A. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sundeen,1991). Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Menurut Rogers konsep diri merupakan konseptual yang terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat dari ’diri subjek’ atau ’diri objek’ dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antar ’diri subjek’ diri objek’ dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-perseepsi ini (Lindzey & Hall, 1993;201).
Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberi arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya sendiri, hal ini menunjukan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya untuk melihat dirinya sebaimana ia lakukan terhadap objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami ini disebut sebagai konsep diri (Fitts, dalam Agustiani, 2006:139).
B. Komponen Konsep Diri
Hurlock (1974) mengatakan bahwa konsep diri memiliki tiga komponen utama yaitu:
1. Komponen perceptual, yaitu image seseorang mengenai penampilan fisiknya dan kesan yang ditampilkan pada orang lain. Komponen ini sering disebut sebagai physical self consept
2. Komponen konseptual, yaitu konsepsi seseorang mengenai karakteristik khusus yang dimiliki, baik kemampuan dan ketidakmampuan, latar belakang serta masa depannya. Komponen ini sering disebut sebagai psychology self concept, yang tersusun dari beberapa kualitas penyesuaian diri, kemandirian, pendirian yang teguh dan kebalikan dari sifat-sifat tersebut.
3. Komponen sikap, yaitu perasaan seseorang tentang diri sendiri, sikap terhadap statusnya sekarang dan prospeknya di masa depan, sikap terhadap harga diri dan pandangan diri yang dimiliki.
C. Macam-macam Konsep Diri
Hurlock juga membagi konsep diri menjadi dua macam yaitu:
1. Konsep diri yang sebenarnya, ialah konsep seseorang dari siapa dan apa dirinya. Konsep diri ini merupakan bayangan cermin, yang ditentukan sebagian besar oleh peran dan hubungannya dengan orang lain, dan apa yang menjadi reaksi orang lain terhadap dirinya.
2. Aku ideal, ialah gambaran seseorang mengenai penampilan dan kepribadian yang didambakannya.
Setiap macam konsep diri ini mencakup citra fisik maupun citra psikologis. Citra fisik diri biasanya terbentuk pertama dan berkaitan dengan penampilan fisik anak, daya tariknya dan kesesuaian dengan jenis kelaminnya dan pentingnya berbagai bagian tubuh untuk perilaku dan harga diri anak dimata orang lain. Sedangkan citra diri psikologis terbentuk didasarkan atas pikiran dan perasaan juga emosi. Citra psikologis ini terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian bpada kehidupan, seperti sifat keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan diri serta berbagai jenis aspirasi dan kemampuannya.
Untuk mengkoordinasikan citra fisik dan psikologis ini seringkali sulit bagi anak-anak. Akibatnya mereka cenderung berfikir tentang diri mereka memiliki dua kepribadian dengan penampilan tersendiri dan kepribadian tersendiri pula. Dengan bertambahnya usia, konsep fisik dan psikologis diri ini secara berangsur menyatu dan mereka menganggap diri mereka sebagai individu tunggal.
D. Dimensi Konsep Diri
Menurut Caulhoun (1990) konsep diri memiliki tiga dimensi, yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, harapan terhadap diri sendiri dan evaluasi diri.
1. Pengetahuan tentang diri sendiri
Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri kita. Biasanya hal ini menyangkut hal-hal yang bersifat dasar seperti: usia, jenis kelamin, kebangsaan, latar belakang etnis, profesi dan sebagainya. Jadi konsep diri seseorang dapat didasarkan pada faktor dasar misalnya sebagai berikut: usia 15 tahun,wanita,WNI,suku Jawa, siswa.
Faktor dasar ini akan menetukan seseorang dalam kelompok social tertentu. Selain itu setiap orang juga akan mengidentifikasikan dengan kelompok sosial lain yang dapat menambah julukan dirinya dan memberikan sejumlah informasi lain yang akan masuk dalam potret mental orang tersebut. Sebagai contoh, tentang agama, kelompok menengah keatas, anggota cendekiawan dan sebagainya. Melalui perbandingan dengan orang lain ini, seseorang memberikan penilaian kualatas dirinya. Seperti orang yang pandai atau yang bodoh, baik hati atau egois, spontan atau hati-hati. Kualitas diri ini tidak prmanen tetapi bias berubah. Bla seseorang mengubah tingkah lakunya atau dapat mengubah kelompok perbandinga.
2. Harapan Terhadap Diri Sendiri
Ketika seseorang berpikir tentang siapakah dirinya, pada saat yang sama ia akan berpikir akan menjadi apa dirinya di masa yang akan dating prinsipnya, setiap orang memiliki harapan terhadap dirinya sendir. Harapan akan dirinya sendiri merupakan diri ideal
Diri ideal sangat berbeda untuk setiap individu. Seseorang mungkin melihat masa depan dirirnya akan sangat bagus bila ia menjadi seorang dokter, sedangkan orang lain merasa masa depan mereka bagus bila ia menjadi seorang peneliti. Apapun harapan dan tujuan seseorang akan membangkitkan kekuatan yang mendorongnya menuju masa depan dan memendu kegiatannya dalam seumur hidupnya.
3. Evaluasi Diri Sendiri
Setiap hari setiap orang berkedudukan sebagai penilai dinya sendiri, mengukur apakah ia bertentangan dengan (1)” saya dapat menjadi apa” yaitu mengharapkan seseorang terhadap dirinya dan (2)”saya seharusnya menjadi apa” tentang siapakah dirinya sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri ini di sebut harga diri(self esteem), yang mana akan menetukan seberapa jauh seseorang akan menyuaki dirinya. Semakin jauh perbedaan antara gambaran tentang siapa dirinya dengan gambaran seseorang tentang seharusnya ia menjadi, maka akan menyebabkan harga diri yang rendah. Sebaliknya bila ia berada dalam standar dan harapan yang ditentukan bagi dirinya sendiri, yang menyukai siapa diriya, apa yang dikerjakan dan tujuannya maka ia akan memiliki harga diri yang tinggi.
Dalam hal ini, tidak menjadi soal apakan standar itu masuk akal atau pengharapan itu realistis. Misalnya jika standar seorang mahasiswi nilainya A semua, maka nilai rata-rata B+ ( yang untuk siswa lain mungkin menjadi sumber dari rasa harga diri yang tinggi) akan menyebabkan rasa harga diri yan rendah. Jelaslah bahwa evaluasi tentang diri sendiri merupakan komponen konsep diri yang sangat kuat.
E. Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan factor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam berinteraksi ini setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diterima tersebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri, terutama didasarkan tanggapan orang penting dalam hidup anak, yaitu orang tua,guru dan teman sebya mereka. Jadi konsep diri terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu lain. Bila anak yakin bahwa orang-orang yang penting baginya menyenangi mereka, maka mereka akan berfikir positif tentang diri mereka dan sebaliknya.
Hurlock (1993) mengatakan bahwa perkembangan konsep diri sifatnya hirarkis, yang paling dasar terbentuk adalah konsep diri primer. Konsep diri primer ini didasarkan pengalaman anak di rumah dan dibentuk dari berbagai konsep terpisah, yang masing-masing merupakan hasil dari pengalamannya dengan anggota keluarga yang lain
Konsep diri primer mencakup citra fisik dan psikologis diri, yang pertama biasanya berkembang lebih awal di bandingkan dengan yang kedua. Citra psikologas diri yang pertama terbentuk didasarkan atas hubungan anak dengan saudara kandungnya dan perbandingan dirinya dengan saudara kandung. begitu pula konsep awal mengenai perannya dalam hidup, aspirasi dan tanggung jawabnya terhadap orang lain didasarkan atas ajaran dan tekanan orang tua.
Dengan meningkat nya pergaulan dengan orang di luar rumah (bukan keluarga) anak memperoleh konsep yang lain tentang diri mereka. Hal ini akan membentuk konsep diri skunder, konsep diri skunder berhubungan dengan bagaimana anak melihat dirinya melalui kaca mata orang lain. Konsep diri primer sering kali menentukan dimana konsep diri skunder akan di bentuk. sebagai contoh, seorang anak yang mengembangkan konsep diri primer sebagai anak jagoan, maka ia akan memilih teman-teman yang takut akan dia atau menganggap dirinya jagoan pula.
Konsep diri skunder seperti halnya konsep diri primer, mencakup citra fisik dan psikologi diri. Anak-anak berpikir tentang struktur fisik mereka sebagaimana orang lain di luar rumah menanggapi mereka. Selanjutnya mereka menilai citra psikologis mereka dengan membandingkan citra diri mereka yang dibentuk di rumah dengan apa yang mereka pikirkan tentang pikiran orang lain, seperti guru dan teman sebayanya mengenai diri mereka.
Umumnya, walaupun tidak selalu demikian halnya, konsep diri primer lebih bagus dari konsep diri skunder. Bila terjadi ketidak sesuaian, agar mereka bahagia dan memiliki penyusaian diri yang baik, anak harus menutup kesenjangan tersebut. Merka dapat melakukannya dengan berusaha menekan orang lain untuk merubah konsep mereka yang kurang baik, sehingga serupa denga konsep yang baik seperti dalam benak mereka. Karena hal ini jarang berhsil, maka anak-anak harus meninjau kembali konsep diri nereka yang tidak realistis, sehingga komsep dirinya akan lebih mendekati kenyataan.
F. Faktor-faktor Pembentukan Konsep Diri
a. Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial (Syaiful, 2008).
b. Intelegensi
Intelegensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya (Syaiful, 2008).
c. Pendidikan
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).
d. Status Sosial Ekonomi
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah.
Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21).
e. Hubungan Keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
f. Orang Lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya. Miyamoto dan Dornbusch (dalam Rakhmat, 2005:101) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang palin jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.
g. Kelompok Rujukan (Reference Group)
Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. Menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2005:105), ciri orang yang memiliki konsep diri negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenagi orang lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi.
G. Konsep Diri Positif
Orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal:
1. Kemampuan mengatasi masalah
2. Merasa setara dengan orang lain.
3. Menerima pujian tanpa rasa malu.
4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Hamachek (dalam Rahmat, 2000: 106) menyebutkan 11 karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif:
1. Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-psinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tapi ia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.
2. Mampu bertindak berdasarkan penelitian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.
4. Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kagagalan atau kemunduran.
5. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.
6. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.
7. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.
8. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
9. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.
10. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.
11. Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar